Mengenal Oei Tiong Ham (1), Raja Gula Asia Tenggara dari Semarang
Namanya Oei Tiong Ham, atau dalam bahasa Tionghoa dikenal sebagai Huáng Zhònghán. Jangan mengaku orang Semarang asli jika tidak mengenalnya. Dia adalah pendiri perusahaan multinasional pertama di Asia Tenggara dan orang terkaya pada zamannya di kawasan itu dengan kekayaan lebih dari 200 juta gulden.
Pria yang dijuluki Raja Gula Asia Tenggara ini dilahirkan di Semarang pada 13 Tjap-Gwee Tahun Phia-in zaman kaisar Tong Tie memerintah tahun ke lima, pukul 2 siang Bie Sie atau 19 November 1866, sama dengan tahun lahirnya pemimpin China, Dr Sun Yat Sen. Ia putra kedua dari delapan orang anak di dalam keluarganya. Tapi di literatur lain disebutkan Tiong Ham merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya Oei Tiong Tjan meninggal usia muda, dan adiknya Oei Tiong Bing atau dikenal dengan Majoor Djoe Gwan.
Ayahnya, Oei Tjie-sien (Huáng Zhìxìn) adalah peletak dasar bagi imperium keluarga Oei. Tjie Sien berasal dari daerah Tong An di Fujian, China. Pada 1863 Tjie Sien mendirikan Kongsi dagang Kian-gwan (Jianyuan Gongsi) yang bergerak dalam jual-beli karet, kapuk, gambir, tapioka dan kopi.
Tiong Ham mewarisi kerajaan bisnis Tjie Sien pada 1890 dengan kekayaan senilai 17,5 juta gulden. Di tangannya bisnis didiversifikasi hingga ke jasa pengiriman, kayu, property, sampai opium. Pada 1890-1904, laba Tiong Ham yang mengibarkan bendera Oei Tiong Ham Concern (OTHC) mencapai 18 juta gulden.
Pada peralihan abad memasuki abad ke-20, Tiong Ham telah menjadi orang terkaya di Asia Tenggara dengan kekayaan 200 juta gulden. Cabang bisnisnya menyebar hingga Bangkok, Singapura, Hong Kong, Shanghai, London dan New York. OTHC juga mempunyai properti dan sejumlah pabrik di Jawa, sebuah bank, broker di London dan armada kapal yang terdaftar di Singapura.
Tak seperti kebanyakan pengusaha Tionghoa saat itu, Tiong Ham yang dekat dengan penguasa kolonial mempraktikkan kontrak bisnis dalam menjalankan usahanya. Ini membuatnya tidak populer di karangan pebisnis Tionghoa. Namun, memberinya kekuatan hukum ketika orang yang berutang padanya tak melunasi kewajibannya.
Banyak yang berutang padanya adalah pemilik pabrik gula di Jawa Timur. Dan ketika mereka tak bisa melunasi kewajibannya sebagai efek krisis gula yang terjadi di tahun 1880, Tiong Ham menggunakan haknya sebagai kreditor. Dia mengakuisisi banyak pabrik gula, di antaranya pabrik gula Tanggulangin, yang menjadikannya terkenal dengan sebutan Raja Gula.
Tiong ham tak hanya berhasil sebagai pebisnis. Tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Ia diangkat menjadi pemimpin Tionghoa di Semarang berpangkat Mayor dan sering membantu dalam kegiatan sosial. Tahun 1904, Tiong Ham menjadi orang Tionghoa pertama di Semarang yang memotong thaocang atau kuncir rambut dan berpakaian jas model barat.
Tapi ia tidak sembarangan melakukannya. Untuk itu ia mendapatkan ijin dari Gubernemen Jenderal Hindia Belanda melalui advokatnya Baron van Heeckereen. Tingkahnya itu sempat menjadi buah bibir bahkan dimuat pada surat kabar Bintang Hindia yang terbit di Belanda, juga di koran Bintang Betawi, Pembrita Betawi, Warna Warta dan Pewarta Soerabaia.(*)
Pria yang dijuluki Raja Gula Asia Tenggara ini dilahirkan di Semarang pada 13 Tjap-Gwee Tahun Phia-in zaman kaisar Tong Tie memerintah tahun ke lima, pukul 2 siang Bie Sie atau 19 November 1866, sama dengan tahun lahirnya pemimpin China, Dr Sun Yat Sen. Ia putra kedua dari delapan orang anak di dalam keluarganya. Tapi di literatur lain disebutkan Tiong Ham merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya Oei Tiong Tjan meninggal usia muda, dan adiknya Oei Tiong Bing atau dikenal dengan Majoor Djoe Gwan.
Ayahnya, Oei Tjie-sien (Huáng Zhìxìn) adalah peletak dasar bagi imperium keluarga Oei. Tjie Sien berasal dari daerah Tong An di Fujian, China. Pada 1863 Tjie Sien mendirikan Kongsi dagang Kian-gwan (Jianyuan Gongsi) yang bergerak dalam jual-beli karet, kapuk, gambir, tapioka dan kopi.
Tiong Ham mewarisi kerajaan bisnis Tjie Sien pada 1890 dengan kekayaan senilai 17,5 juta gulden. Di tangannya bisnis didiversifikasi hingga ke jasa pengiriman, kayu, property, sampai opium. Pada 1890-1904, laba Tiong Ham yang mengibarkan bendera Oei Tiong Ham Concern (OTHC) mencapai 18 juta gulden.
Pada peralihan abad memasuki abad ke-20, Tiong Ham telah menjadi orang terkaya di Asia Tenggara dengan kekayaan 200 juta gulden. Cabang bisnisnya menyebar hingga Bangkok, Singapura, Hong Kong, Shanghai, London dan New York. OTHC juga mempunyai properti dan sejumlah pabrik di Jawa, sebuah bank, broker di London dan armada kapal yang terdaftar di Singapura.
Tak seperti kebanyakan pengusaha Tionghoa saat itu, Tiong Ham yang dekat dengan penguasa kolonial mempraktikkan kontrak bisnis dalam menjalankan usahanya. Ini membuatnya tidak populer di karangan pebisnis Tionghoa. Namun, memberinya kekuatan hukum ketika orang yang berutang padanya tak melunasi kewajibannya.
Banyak yang berutang padanya adalah pemilik pabrik gula di Jawa Timur. Dan ketika mereka tak bisa melunasi kewajibannya sebagai efek krisis gula yang terjadi di tahun 1880, Tiong Ham menggunakan haknya sebagai kreditor. Dia mengakuisisi banyak pabrik gula, di antaranya pabrik gula Tanggulangin, yang menjadikannya terkenal dengan sebutan Raja Gula.
Tiong ham tak hanya berhasil sebagai pebisnis. Tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Ia diangkat menjadi pemimpin Tionghoa di Semarang berpangkat Mayor dan sering membantu dalam kegiatan sosial. Tahun 1904, Tiong Ham menjadi orang Tionghoa pertama di Semarang yang memotong thaocang atau kuncir rambut dan berpakaian jas model barat.
Tapi ia tidak sembarangan melakukannya. Untuk itu ia mendapatkan ijin dari Gubernemen Jenderal Hindia Belanda melalui advokatnya Baron van Heeckereen. Tingkahnya itu sempat menjadi buah bibir bahkan dimuat pada surat kabar Bintang Hindia yang terbit di Belanda, juga di koran Bintang Betawi, Pembrita Betawi, Warna Warta dan Pewarta Soerabaia.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar