Budhisme - Mengenai Ritual dan Tradisi
1. Ritual
Seorang murid yang bernama Punnaka bertanya kepada Sang Buddha, "Mengapa orang-orang bijak di dunia ini, seperti para pendeta, pemimpin, dan lainnya, selalu mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa?"
Jawab Sang Buddha, "Mereka mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa karena sewaktu bertambah tua mereka ingin mempertahankan hidup mereka seperti sekarang dan supaya selalu beruntung."
Jawab Sang Buddha, "Mereka mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa karena sewaktu bertambah tua mereka ingin mempertahankan hidup mereka seperti sekarang dan supaya selalu beruntung."
"Tetapi, o Buddha, apakah persembahan tersebut akan ada pengaruhnya pada usia tua?"
"Segala doa, pujian, persembahan, serta harapan mereka dilakukan berdasarkan rasa ingin memiliki, imbalan, dan kerinduan akan kenikmatan. Mereka yang ahli berdoa ini ingin terus berada dalam keadaan menjadi. Tetapi, semua itu tidak ada pengaruhnya pada usia tua."
"Segala doa, pujian, persembahan, serta harapan mereka dilakukan berdasarkan rasa ingin memiliki, imbalan, dan kerinduan akan kenikmatan. Mereka yang ahli berdoa ini ingin terus berada dalam keadaan menjadi. Tetapi, semua itu tidak ada pengaruhnya pada usia tua."
"Katakanlah kepadaku, o Buddha, bila semua persembahan dari para ahli itu tidak membawa mereka melampaui usia tua, lalu siapa yang pernah melampauinya?"
Sang Buddha pun berkata, "Bila seseorang telah benar-benar memahami dunia ini dari atas hingga bawah, bila tak ada apa pun lagi di dunia ini yang mengacaukannya, maka ia telah menjadi orang yang bebas dari rasa binggung, takut, gemetar, dan hawa nafsu. Ia telah melampaui usia tua dan melampaui kelahiran dan kematian".
(Sutta Nipata)
2. Tradisi
Magandiya bertanya kepada Sang Buddha, "Bagaimanakah pandanganmu dan apakah jalan hidup serta tujuan masa depanmu?"
Sang Buddha menjawab, "Dengan mempelajari semua pendapat yang digengam erat oleh orang-orang, aku tidak berkata bahwa 'aku menyatakan ini' atau 'aku menyatakan itu'. Dengan mengamati semua pendapat manusia tanpa merengkuhnya, aku mencari kebenaran dan menemukan kedamaian batin."
"Namun, bagaimana caranya seorang bijak menggambarkan kedamaian batin yang kau temukan tanpa mengacu kepada suatu sistem pemikiran untung-untungan, tanpa mengambil satu pendapat manusia dengan tanpa merengkuhnya?" tanya Magandiya.
"Seseorang tidak mencapai kedamaian lewat spekulasi, tradisi, pengetahuan, ritual, atau sudut pandang tertentu. Namun kedamaian juga tidak dapat dicapai tanpa bantuan hal-hal tersebut. Dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai sarana dan bukan merengkuhnya sebagai tujuan itu sendiri, seseorang bisa menemukan kedamaian dan kejernihan."
"Tetapi bila kau berkata bahwa kejernihan tidak dapat dicapai lewat tradisi dan sudut pandang tertentu serta tidak dapat dicapai tanpa hal-hal ini, maka menurutku bicaramu hanya omong kosong," sanggah Magandiya, "Kebanyakan orang berpendapat bahwa kejernihan muncul dari suatu sudut pandang."
"Karena tetap berpegang pada sudut pandangmu sendiri, engkau terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini," sahut Sang Buddha. "Engkau terobsesi dengan arti-arti yang kau tahu sebelumnya dan memegangnya erat-erat. Menurutku, engkau tidak mendengar dengan baik apa yang kukatakan kepadamu. Karena itulah engkau menganggap perkataanku sebagai omong-kosong. Kau mencari keunggulan. Padahal, tidak ada lagi yang unggul, setara, atau lebih lemah bagi orang yang telah menemukan kejernihan. Sebab, Untuk apa orang bijak adu pendapat dengan mengatakan bahwa 'ini benar' atau 'ini bohong'? Dan bila ia tidak memiliki pemikiran tentang kesetaraan atau ketidaksetaran, dengan siapa ia akan berdebat?
"Orang yang mengembara dengan bebas di dunia, bebas dari segala pendapat dan sudut pandang, tidak merengkuh pendapat dan sudut pandang itu serta tidak jatuh pada perselisihan dan perdebatan. Seperti teratai yang mekar Pada tangkainya tanpa dikotori lumpur dan air, begitu pula orang bijaksana berbicara tentang kedamaian, ia tak ternoda oleh pendapat dunia."
(Sutta Nipata)
Pesan Sang Buddha (Gotama), dalam kutipan Kalama sutta, yang menjadi dasar cara berpikir Buddhis:
Jangan percaya begitu saja pada sesuatu yang anda dengar.
Janganlah percaya begitu saja pada suatu tradisi, karena telah berlangsung untuk banyak generasi.
Janganlah percaya pada sesuatu yang sedang dibicarakan dan didesas-desuskan oleh banyak orang.
Janganlah percaya begitu saja pada sesuatu karena telah tertulis dalam kitab-kitab agama.
Janganlah percaya begitu saja sesuatu yang diucapkan gurumu atau orang-orang yang lebih tua.
Akan tetapi, Setelah diobservasi dan dianalisa, bahwa sesuatu itu sesuai dengan akal sehat dan membawa kebaikan dan keberuntungan bagi Anda dan semua orang, terimalah hal itu dan hiduplah sesuai dengannya.Buddha (Anguttara Nikaya, I, 188-193 PT S. ED)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar