Pelajaran Yang Tidak Bisa Diajarkan…
Di jaman dahulu ada seorang tua di kota Basra – Iraq yang memiliki seorang anak laki-laki yang cerdas, ganteng dlsb, - anak harapan orang tua. Untuk memenuhi harapan orang tua ini, anak tersebut dikirim ke kota Bagdad – menempuh perjalanan sekitar 545 km dengan berjalan kaki – untuk bisa belajar dengan ulama terkenal saat itu. Karena jauhnya perjalanan ini, anak tersebut baru pulang setelah seluruh ilmu yang dimiliki oleh sang guru diajarkan kepadanya selama bertahun-tahun kemudian.
Ketika dia pulang, ayahnya yang sudah semakin tua menungguinya di depan pintu. Karena kerinduan yang luar biasa dipeluknya erat-erat anak satu-satunya yang disayanginya ini, kemudian si ayah bertanya : “ Apa yang sudah kamu pelajari dari sang guru selama bertahun-tahun ini ?”. Anaknya menjawab, bahwa dia sudah diajari seluruh ilmu yang dimiliki oleh sang guru – kemudian dia menjelaskan detilnya.
Setelah anaknya selesai menjelaskan semuanya, sang ayah berkata : “Gurumu baru mengajarkan ilmu yang dia bisa ajarkan, segera kamu balik menemui dia lagi untuk minta ditunjukkan jalan ilmu yang tidak bisa dia ajarkan…”.
Maka sang anak yang patuh ini, balik menempuh perjalanan 545 km lagi untuk menemui sang guru. Ketika bertemu sang guru dan menyampaikan pesan ayahnya, sang guru yang masyhur tersebut langsung paham apa yang dimaksudkan oleh ayah dari sang murid ini.
Sang guru berkata : “aku punya 300 ekor kambing di sekitar sini, kamu kumpulkan kambing tersebut dan kamu bawa ke Jabal Kumar” , kemudian dia melanjutkan “kamu jangan balik kesini, kecuali kambing tersebut telah menjadi 1000 ekor”.
Maka dengan susah payah pemuda berilmu ini mengumpulkan 300 ekor kambing yang bertebaran di sekitar kediaman sang guru. Lebih susah lagi dia harus menggiring 300 ekor kambing ini, menempuh perjalanan sekitar 150 km untuk sampai ke Jabal Kumar.
Setiap saat sebagian kambing sudah berjalan ke arah yang benar, yang lainnya berlarian menyebar atau bahkan ke arah balik ke Bagdad. Maka perlu waktu berbulan-bulan untuk bisa membawa seluruh kambing ini sampai ke Jabal Kumar.
Berbulan-bulan pula pemuda ini tidak bertemu dengan manusia lain, temannya hanya kambing-kambing yang dia tidak mengerti bahasanya dan kambing-kambing-pun tentu tidak mengerti bahasa dia. Setiap kali dia rindu untuk berbicara, dia menjadi seperti orang gila yang berbicara dengan kambing.
Ternyata dalam kesunyian tidak berbicara dengan siapapun inilah pemuda tersebut mulai belajar ilmu yang tidak bisa diajarkan itu. Dia berusaha memahami alam, dimana ada rumput, dimana ada air, dimana dia bisa berteduh dari panas, dengan apa dia menghangatkan tubuh di waktu dingin dlsb.
Dia juga belajar berinteraksi dengan makhluk lain tanpa harus berbicara. Dia menjadi paham apa kemauan para kambing ini, dan para kambing-pun nampaknya menjadi paham apa arahan pemuda yang kini telah menjadi penggembala tersebut.
Setelah dua tahun berlalu, kambing-kambing inipun telah mencapai seribu. Waktunya kini menggiring balik 1000 kambing menempuh perjalanan 150 km menuju kota Bagdad. Hanya saja perjalanan balik ini menjadi jauh lebih ringan karena adanya komunikasi tanpa bicara dengan para kambing tersebut, dan si pemuda juga telah belajar ilmu yang tidak bisa diajarkan oleh siapapun.
Perjalanan pemuda mulai dari mengumpulkan 300 kambing yang bertebaran, menggiringnya untuk menempuh perjalanan panjang menuju Jabal Kumar, menjadikannya 1000 kambing – itulah esensi dari perjalanan para entrepreneur.
Calon entrepreneur harus bisa mengumpulkan seluruh resources yang berserakan, kemudian mengarahkan resources tersebut untuk menggapai tujuan yang dia hendak capai. Mengumpulkan dan mengarahkan resources ini bukan jalan yang mudah, karena meskipun mereka manusia – mereka punya keinginan sendiri-sendiri.
Meskipun resources tersebut dari bangsa yang sama yaitu manusia dan juga berbicara dengan bahasa yang sama, tidak jarang terjadi miskomunikasi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Mayoritas kerjasama usaha justru gagal karena gagalnya komunikasi antar para pihak ini. Ketika komunikasi ini gagal, para pihak-pun akan saling menyalahkan dengan ungkapan yang umum “lebih mudah bicara dengan kambing dari pada dengan dia…!”.
Hanya bila komunikasi berjalan mulus, semua pihak bisa saling memahami keinginan dan kebutuhannya, mendengarkan satu sama lain, menyepakati arah yang sama dlsb – usaha baru bisa berjalan menggapai tujuannya.
Sebesar apapun usaha ini nantinya, asal para pelakunya bisa saling belajar sesuatu yang tidak bisa diajarkan oleh siapapun, dalam hal trust, understanding, kesamaan visi dlsb. usaha insyaAllah akan mudah dikendalikan. Kriteria untuk melihat hasil dari kerjasama ini juga mudah, yaitu ketika 300 ekor kambing telah menjadi 1000 ekor kambing !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar